Salah satu fenomena sosial yang masih banyak dialami rumah tangga di Indonesia adalah kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). Kekerasan dalam Rumah Tangga menurut Undang-Undang Republik Indonesia No.23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga dapat diartikan sebagai “setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan/atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga”.
Lingkup rumah tangga dalam Undang-Undang ini meliputi suami, isteri, anak serta orang-orang yang mempunyai hubungan keluarga dengan suami, istri, dan anak (hubungan darah, perkawinan, persusuan, pengasuhan, dan perwalian, yang menetap dalam rumah tangga) ; dan/atau orang yang bekerja membantu rumah tangga dan menetap dalam rumah tangga tersebut. Menurut jenis kekerasan, maka kekerasan yang dimaksud dalam KDRT melliputi kekerasan fisik, psikis, seksual, dan penelantaran rumah tangga. Sebagian besar korban dari KDRT ini adalah perempuan dan anak.
Menurut Komnas Perempuan, 69% dari seluruh kekerasan yang terjadi pada perempuan dan masuk ke ranah pengadilan terjadi di dalam rumah tangga (Komnas Perempuan 2016). KPAI (Komisi Perlindungan Anak Indonesia) juga mencatat kasus kekerasan terhadap anak juga banyak terjadi dan cenderung meningkat dari tahun ke tahun. Tahun 2010, kasus kekerasan terhadap anak yang dilaporkan kepada KPAI berjumlah 633 kasus yang terdiri dari kekerasan fisik, kekerasan seksual, kekerasan psikis, pembunuhan, penelantaran, dan lain sebagainya. Tahun 2011, kejadian ini meningkat tajam yaitu 1413 kasus, dan tahun 2012 menjadi 1428 kasus (KPAI, 2014).
Banyak kasus KDRT yang belum mendapatkan penanganan baik dari segi medis maupun dari segi hukum. Dari segi medis, anak sebagai korban kekerasan masih banyak yang dilayani seperti pasien umum lainnya. Dari segi hukum, masih banyak anak yang tidak mendapatkan penanganan dengan baik sehingga banyak kasus tidak sampai ke pengadilan.
Berdasarkan permasalahan tersebut, Departemen Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal melakukan pengabdian kepada kader kesehatan Desa Kepuharjo, Cangkringan dengan mengambil topik Pembinaan Kader Kesehatan untuk Deteksi Dini dan Pemulihan Trauma Pasca Kekerasan dalam Rumah Tangga (KDRT) di Masyarakat.
Materi yang pada acara ini disampaikan oleh dr.IBG Surya Putra Pidada, SpF dan dr.Hendro Widagdo SpF dari Departemen Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal,serta Dra.Sumarni DW, M.Kes dari Departemen Psikiatri. Acara yang berlangsung pada tanggal 12 Agustus dan 19 Agustus 2017 ini dihadiri oleh 30 orang kader beserta istri dari Bapak Kepala Desa.
dr.Dewanto beserta dr.Mahar dan Dra.Sumarni berkoordinasi dengan pihak Puskesmas Cangkringan
dr.Dewanto dan dr.Novianto berkoordinasi dengan Kepala Desa Kepuharjo, Bapak Heri Suprapto
dr.IBG Surya Putra Pidada, SpF menyampaikan materi berjudul “Aspek Hukum dari kekerasan dalam rumah tangga.